BAB I
PENDAHULUAN
Museum Bali adalah salah satu museum di Bali yang menyimpan peningggalan masa lampau manusia dan etnografi. Museum Bali terletak di pusat kota Denpasar, di sebelah timur Lapangan Puputan Badung. Museum Bali dibangun pada tahun 1910 dan menggunakan arsitektur tradisional dengan ornamen khas Bali. Bentuk bangunannya memanjang dari utara ke selatan yang terbagi menjadi dua bagian. Di komplek bangunan baru ini terdapat gedung perpustakaan, gedung pameran sementara, dan kerkyangan. Seluruh komplek bangunan baru berfungsi untuk administrasi dan penyelenggaraan pameran sementara atau pameran berkala yang diselenggarakan oleh Museum Bali sendiri atau instansi tertentu lainnya. Pementasan atau pertunjukan kesenian juga dilakukan di komplek bangunan baru di bagian selatan.
Struktur fisik bangunan-bangunan di Museum Bali ini mengikuti struktur fisik bangunan Kraton (Puri) atau tempat pemujaan (Kahyangan, Pura Merajan) berdasarkan konsep Tri Mandala. Di pojok depan sebelah kanan di bagian tengah terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Bengong. Dipojok depan di sebelah kiri terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Kulkul. Di bagian inti (Jeroan) terdapat bangunan yang terdiri dari tiga gedung, yaitu Gedung Tabanan di sebelah utara, Gedung Karangasem di sebelah tengah-tengah, dan Gedung Buleleng di sebelah selatan. Fungsi dari ketiga gedung ini adalah untuk penyelenggararan pameran tetap.
Gedung Tabanan digunakan sebagai tampat pameran koleksi barang-barang kesenian dan etnografi. Gedung Karangasem digunakan sebagai pameran benda-benda prasejarah, arkeologi sejarah, etnografi, dan seni rupa serta beberapa lukisan morder. Sedangkan untuk Gedung Buleleng digunakan sebagai tempat pameran koleksi alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan, alat-alat pertanian dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung gaya sedehana dan primitif yang terbuat dari tanah liat, batu dan lain sebagainya.
Tujuan didirikannya Museum Bali adalah untuk menampung, menyimpan, melestarikan benda-benda budaya masa lampau agar dapat memberikan suluh bagi generasi sekarang dan mendatang. Jumlah koleksi Museum Bali yang telah tercatat dan masuk registerasi sebanyak 10.506 buah, termasuk naskah-naskah dan salinan lontar. Semua jenis koleksi didapatkan melalui membeli dari orang-orang di masyarakat, toko-toko kesenian hadiah-hadiah, dan titipan. Beberapa kelompok koleksi yang sedang diinventarisasikan diantaranya koleksi stupa dengan materainya yang berjumlah ratusan buah, 8,5 kg uang kepeng, keramik asing (Eropa dan Cina), dan porselin yang berasal dari Jepang, Cina, dan Siam.
Dari latar belakang tersebut di atas mengenai Museum Bali maka saya memilih Museum Bali sebagai objek kunjungan daripada kegiatan penelitian Antropologi/Sejarah saya mengenai peninggalan benda-benda sejarah purbakala dan berbagai kebudayaan masyarakat pada jaman dahulu.
BAB II
PEMBAHASAN ISI
Museum Bali terletak di pusat kota Denpasar, di sebelah timur Lapangan Puputan Badung. Museum Bali ini menggunakan arsitektur tradisional dengan ornamen khas Bali. Bentuk bangunannya memanjang dari utara ke selatan yang terbagi menjadi dua bagian. Di komplek bangunan baru ini terdapat gedung perpustakaan, gedung pameran sementara, dan kerkyangan. Seluruh komplek bangunan baru berfungsi untuk administrasi dan penyelenggaraan pameran sementara atau pameran berkala yang diselenggarakan oleh Museum Bali sendiri atau instansi tertentu lainnya. Pementasan atau pertunjukan kesenian juga dilakukan di komplek bangunan baru di bagian selatan.
Struktur fisik bangunan-bangunan di Museum Bali ini mengikuti struktur fisik bangunan Kraton (Puri) atau tempat pemujaan (Kahyangan, Pura Merajan) berdasarkan konsep Tri Mandala, antara lain yaitu Nista Mandala, yaitu Jaba Pisan (bagian luar), Madya Mandala, yaitu Jaba tengah (bagian luar sebelum memasuki bagian inti), dan Utama Mandala, yaitu Jeroan (bagian inti)
Di pojok depan sebelah kanan di bagian tengah terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Bengong. Dipojok depan di sebelah kiri terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Kulkul. Di bagian inti (Jeroan) terdapat bangunan yang terdiri dari tiga gedung, yaitu Gedung Tabanan di sebelah utara, Gedung Karangasem di sebelah tengah-tengah, dan Gedung Buleleng di sebelah selatan. Fungsi dari ketiga gedung ini adalah untuk penyelenggararan pameran tetap.
Gedung Tabanan digunakan sebagai tampat pameran koleksi barang-barang kesenian dan etnografi. Gedung Karangasem digunakan sebagai pameran benda-benda prasejarah, arkeologi sejarah, etnografi, dan seni rupa serta beberapa lukisan morder. Sedangkan untuk Gedung Buleleng digunakan sebagai tempat pameran koleksi alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan, alat-alat pertanian dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung gaya sedehana dan primitif yang terbuat dari tanah liat, batu dan lain sebagainya.
Tujuan didirikannya Museum Bali adalah untuk menampung, menyimpan, melestarikan benda-benda budaya masa lampau agar dapat memberikan suluh bagi generasi sekarang dan mendatang. Jumlah koleksi Museum Bali yang telah tercatat dan masuk registerasi sebanyak 10.506 buah, termasuk naskah-naskah dan salinan lontar. Semua jenis koleksi didapatkan melalui membeli dari orang-orang di masyarakat, toko-toko kesenian hadiah-hadiah, dan titipan. Beberapa kelompok koleksi yang sedang diinventarisasikan diantaranya koleksi stupa dengan materainya yang berjumlah ratusan buah, 8,5 kg uang kepeng, keramik asing (Eropa dan Cina), dan porselin yang berasal dari Jepang, Cina, dan Siam.
1. Gedung Tabanan
Gedung ini mencerminkan arsitektur Bali bagian selatan. Pada masa kerajaan, bangunan ini berfungsi sebagai tempat menyimpan pusaka. Benda budaya yang dipamerkan berupa peralatan seni tari dan tabuh tradisional. Peralatan tari antara lain Tari Sanghyang, Tari Barong, Wayang Wong. Sedangkan alat tabuh antara lain yaitu, suling, rebab, kempli, cengceng, rindik, dan lain-lain. Itulah sebagaian dari barang-barang di Gedung Tabanan.
Selain itu juga, terdapat pula macam-macam peralatan kesenian dan berbagai macam topeng di Gedung Tabanan sebagai berikut ini, yaitu :
1) Barong Landung (lanang-istri) adalah wujud raksasa mitologi berbadan tinggi, terbuat dari anyaman bambu, kain, bulu, dan kayu.
2) Tari Sanghyang (tari kesurupan atau istilah dalam Bahasa Bali “kerauhan”) adalah salah satu dari sekian banyak Tarian Wali (Tarian Sakral) yang disucikan pada waktu penerima dirasuki dewa-dewa/yang memasuki roh.
2. Gedung Karangasem
Gedung ini mencerminkan arsitektur berbentuk bale panjang yang pada masa kerajaan digunakan untuk raja menerima perdana Menteri atau tamu-tamu penting lainnya. Gedung ini memamerkan perlengkapan yang perhubungan dengan upacara Panca Yadnya (lima korban suci dalam Agama Hindu) meliputi Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, dan Bhuta Yadnya.
Disamping itu juga dilengkapi dengan Pedewasan (sejenis kalender untuk memberi hari baik melaksanakan upacara). Adapun benda budaya yang dipamerkan antara lain yaitu, Pratima (patung perwujudan dewa dan dewi), Pralingga (binatang mitologi kendaraan dewa dan dewi), Prarai (gambar simbol wajah orang yang meninggal), Maket Ngaben, Maket upacara Potong Gigi, Kisa (keranjang untuk membawa ayam aduan dan taji), Tika, dan Palelindon (sejenis kalender).
Nama gedung ini diambil dari nama Kabupaten Karangasem Bali bagian timur yang telah membangun gedung ini (1925) untuk Museum Bali. Gedung ini menyerupai sebuah bentuk Bale Panangkilan (bale tempat menghadap raja) dengan gaya arsitektur Bali bagian timur dikombinasikan dengan bangunan pura dan disesuikan dengan kebutuhan museum.
a. Palelintangan
Sebuah kalender untuk mengetahui hari kelahiran dan pengaruh alam terhadap watak manusia. Kelender Palelintangan ini terdiri dari 35 hari perpaduan antara Sapta Wara (7 hari) Minggu–Sabtu berderet dari kanan ke kiri dengan Panca Wara (5 hari) Umanis–Kliwon berderet dari atas ke bawah. Masing-masing hari diberi gambar yang menunjukan sifat-sifat manusia yang lahir pada hari tersebut.
b. Lontar
Lontar adalah naskah yang ditulis di atas daun lontar yangn dipotong berukuran 20-40 cm memakai pisau runcing dan kemudian ditutup dengan warna hitam (Mangsi) untuk memperjelas huruf yang ditulis dengan huruf dan Bahasa Bali, pada umumnya memuat syair-syair cerita (Kekawin) Ramayana dan Mahabrata, hikayat raja-raja (Babad), peraturan-peraturan adat (Awig-Awig), dan sebagainya.
3. Gedung Buleleng
Gedung ini mencerminkan arsitektur Bali bagian utara dengan gaya khas Sendi Tugeh yang memakai hiasan patung singa bersayap (Singa Ambaraja). Gedung ini memamerkan perkembangan kain tradisional Bali berdasarkan proses pembuatannya dari yang sederhana sampai yang rumit sekalipun. Adapun jenis-jenis kain tersebut seperti, Kain Polos, Kain Poleng, Kain Endek, Kain Cepuk, Kain Gringsing, Kain Songket, dan Kain Perada.
Selain benda budaya berupa kain dilengkapi juga dengan peralatan tenun tradisional Bali yang disebut dengan “Cagcag” istilah Nasional adalah alat tenun bukan mesin (ATBM).
a. Kain Poleng
Salah satu kain yang berada di Gedung Buleleng yang merupakan kain yang terdiri dari warna hitam dan putih masing-masing berbentuk segi empat yang memiliki makna religius, yaitu hitam dan putih yang berarti simbol dari Rwa Bhineda yaitu kebaikan dan keburukan.
Kain ini umumnya digunakan sebagai saput pada tugu, patung penjaga (Bhuta Kala), tokoh-tokoh pewayangan seperti Hanoman dan Bima.
b. Kain Cepuk
Adalah kata yang dipakai pada waktu upacara Manusa Yadnya dan Dewa Yadnya khususnya oleh masyarakat di Pulau Nusa Penida dan Desa Tenganan. Kain tersebut dibuat dengan benang Bali dan warna-warna alam. Dibuat dengan teknik ikat tunggal.
c. Kain Songket
Kain songket adalah kain yang dibuat dengan teknik menyisipkan/mengkaitkan/mengungkitkan benang yang berwarna untuk dijadikan motif tertentu, umumnya motif flora. Kain ini biasanya dipakai oleh keluarga raja pada waktu upacara agama (Manusa Yadnya dan Dewa Yadnya). Ini merupakan kain dari pakaian adat khas Bali.
d. Kain Perada
Kain polos yang diberi hiasan motif flora dan fauna dilukis dengan cat perada warna emas. Kain ini umumnya dipakai untuk hiasan pada bangunan suci pada waktu upacara agama dalam bentuk dewa-dewa, pedapa, tabing, tungse, dan sebagai pakaian adat pengantin/pakaian adat khas Bali.
GEDUNG JAMAN PRA SEJARAH (GEDUNG TIMUR)
Pada ruangan ini dipamerkan koleksi berbagai jaman sejarah di Bali yang meliputi sebagai berikut ini, yaitu :
1. Koleksi pada Jaman Prasejarah di Bali dikelompokan menjadi 4 masa, yaitu :
Ø Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (± 1.000.000 – 200.000 SM). Pada masa ini manusia hidup berpindah-pindah (nomaden) dan mengembara dari suatu tempat ke tempat yang lain. Peralatan yang digunakan untuk berburu dan memotong hasil buruan terbuat dari batu yang dibuat masig sederhana dan kapak yang disebut dengan kapak genggam.
Ø Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut (± 200.000 – 3.000 SM). Manusia mulai mendiami goa-goa untuk dijadikan tempat tinggal mereka yang sederhana.
Ø Masa bercocok tanam (± 30.000 – 600 SM). Taraf kehidupan mulai meningkat dengan mulai merabas hutan untuk bahan pertanian, mendirikan rumah tempat tinggal menetap dan berkelompok. Mereka juga membuat kerajinan anyam-anyaman, gerabah, perahu bercadik untuk berlayar. Alat-alat berupa kapak persegi, beliung persegi, dll.
Ø Masa perundagian (± 600 – 800 SM). Adanya kemajuan seperti ditemuknnya banda-benda dari perunggu yang dibuat teknik melebur biji-biji logam dan dicor untuk peralatan rumah tangga, senjata tajam, perhiasan seperti gelang tangan, gelang kaki, anting-anting, kalung, dan lain-lain. Juga ditemukannya nekara pada masa ini.
2. Koleksi pada Jaman Sejarah di Bali dikelompokan menjadi 3 jaman, yaitu :
Ø Jaman Bali Kuno/Bali mula (± 8.000 – 1.343 M)
Ø Jaman Bali Pertengahan/Bali Aga (± 1.343 – 1.846 M)
Ø Jaman Bali Baru/Bali Anyar (± 1.846 – sampai sekarang)
JAMAN BALI KUNO / BALI MULA
Koleksi ini dipamerkan antara lain berupa Stupa yang berbentuk mini dan Stupa yang terbuat dari tanah liat dan di dalamnya terdapat materai dan tablet yang bertuliskan Huruf Pranagari dan berbahasa Sansekerta yang berbunyi mantra-mantra pujian kepada Sang Buddha.
Ditemukan pula arca dari batu dan perunggu pada masa ini juga cukup banyak, diantaranya merupakan Arca Dewi Taru, Arca Dewi Maduri, dan lain-lain sebagai media penghormatan hidup raja yang telah didewakan. Sistem perdagangan juga telah berlangsung, terbukti dari peninggalan matauang emas, palu, dan kepeng bolong. Juga terdapat bangunan-bangunan suci berupa Candi Gunung Kawi, Goa Gajah, Yeh Puluh, dan lain-lain.
Ditemukan pula Sarkofagus, yaitu peti mayat dari batu yang dipergunakan untuk mengubur jenazah seorang yang memiliki status di masyarakat, seperti kepala suku atau pemimpin masyarakat pada jaman prasejarah atau masa perundagian (± 600 SM – 800 M). Berukuran paling kecil untuk mayat ditekuk 3 diketemukan di Petang, Badung Utara dan di Desa Nongan, Karangasem. Ada 3 ukuran Sarkofagus, ukuran terbesar untuk mayat terlentang, ukuran menengah untuk mayat yang ditekuk 2, dan yang terkecil untuk mayat yang ditekuk 3. begitulah Sarkofagus yang telah ditemukan pada Jaman Bali Kuno.
JAMAN BALI BARU / BALI ANYAR
Jaman ini berawal dari hubungan dagang antara raja-raja Bali dengan Pemerintahan Kolonial Belanda yang berkedudukan di Batavia. Hal ini kemudian berlanjut dengan niat Belanda untuk menguasai Kerajaan Bali. Upaya Belanda kemudian ditentang oleh raja-raja Bali dengan berawalnya Perang Puputan Badung (perang habis-habisan) di Buleleng, Jagaraga Bali Utara (1846), Puputan Badung (1906), dan Puputan Klungkung (1908) yang berakhir dengan kemenangan pihak Belanda.
Setelah dikuasai oleh Belanda, mulai tampak adanya perubahan-perubahan atau pembaharuan yang sangat mendasar antara lain sistem pemerintahan yang sebelumnya kerajaan yang bersifat absolut kemudian menjadi pemerintahan yang bersifat hukum. Sektor pendidikan juga mulai diperlihatkan melalui pelajaran di sekolah-sekolah.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Museum Bali adalah museum yang menyimpan berbagai macam peningggalan masa lampau manusia dan etnografi di dalamnya. Museum Bali terletak di pusat kota Denpasar. Museum Bali menggunakan arsitektur tradisional dengan ornamen khas Bali. Bentuk bangunannya memanjang dari utara ke selatan yang terbagi menjadi dua bagian. Struktur fisik bangunan-bangunan di Museum Bali ini mengikuti struktur fisik bangunan Kraton (Puri) atau tempat pemujaan (Kahyangan, Pura Merajan) berdasarkan konsep Tri Mandala. Di bagian inti (Jeroan) terdapat bangunan yang terdiri dari tiga gedung, yaitu Gedung Tabanan di sebelah utara, Gedung Karangasem di sebelah tengah-tengah, dan Gedung Buleleng di sebelah selatan. Gedung Tabanan digunakan sebagai tampat pameran koleksi barang-barang kesenian dan etnografi. Gedung Karangasem digunakan sebagai pameran benda-benda prasejarah, arkeologi sejarah, etnografi, dan seni rupa serta beberapa lukisan morder. Sedangkan untuk Gedung Buleleng digunakan sebagai tempat pameran koleksi alat-alat perlengkapan rumah tangga, alat-alat kerajinan, alat-alat pertanian dan nelayan, alat-alat hiburan, patung-patung gaya sedehana dan primitif yang terbuat dari tanah liat, batu, dsb.
Di sini dimaksudkan bahwa, kita seharusnya dapat saling mampu menjaga warisan benda-benda ataupun kebudayaan nenek moyang kita dengan baik walaupun itu sebagaian bisa dibilang tidak utuh lagi. Saya menekankan agar semua pihak ikut serta ke dalam penjagaan atau perwatan benda-benda peninggalan sejarah tersebut dalam rangka kepedulian kita terhadap hasil karya cipta, rasa, dan karsa manusia dari dulu sampai dengan sekarang. Untuk itu perlu kesadaran bersama untuk saling menjaga dan merawat benda-benda peninggalan sejarah purbakala serta melestarikan berbagai kebudayaan nenek moyang kita agar nantinya dapat dirasakan oleh generasi muda selanjutnya.
0 komentar: on " "
Posting Komentar